Membaca IAI Ibrahimy; Kultur Mahasiswa
logo IAI Ibrahimy |
Mahasiswa adalah manusia yang dipandang oleh masyarakat sebagai seorang agen. Agen itu seorang yang sentral dalam sebuah kegiatan, konstelasi, ataupun kelompok. Stereotipe yang ada dalam diri mahasiwa itu terrefleksi dalam Tri Dharma perguruan tinggi. Pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Mari kita kupas satu per satu bagaimana nilai Tri Dharma ini menjadi nilai yang harus ada dalam diri mahasiswa itu sendiri.
Pendidikan merupakan alat bagi bangsa dalam mengembangkan sekaligus memajukan kehidupan sebuah bangsa. Pendidikan dalam perguruan tinggi sangat dijunjung tinggi. Karena masyarakat memandang bahwasanya mahasiswa itu orang yang memiliki intelektualitas tinggi, secara sederhana disebut dengan terpelajar.
Fungsi pendidikan (Mulyasa, 2017:20) adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk itu, fungsi pendidikan secara universal dalam lingkup Indonesia menjadi pendidikan nasional. Pendidikan nasional memiliki tujuan yaitu mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU No. 20 Tahun 2003).
Sebagai sebuah alat, pendidikan memiliki peran penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Seperti halnya pedang sebagai alat dalam peperangan. Pedang sangat memegang peranan penting dalam menentukan berhasil atau tidaknya sebuah peperangan, atau setidaknya berhasil atau tidaknya membinasakan musuh atau lawan.
Artinya, pendidikan dalam berbangsa dan bernegara jika dimaksimalkan akan berdampak baik bagi keberlangsungan bangsa setempat. Pendidikan menurut penulis meliputi literasi dan diskusi yang secara konklusif tertampung dalam satu kata yang bermakna, yakni intelektualitas.
Intelektualitas inilah yang menjadi tonggak dalam poin pendidikan dari Tri Dharma perguruan tinggi. Penulis memandang mahasiswa-mahasiswa IAI Ibrahimy belum tampak dalam penyelaman terhadap pendidikan yang sejati. Jalan ataupun jembatan dalam menuju pendidikan yang sejati adalah literasi dan diskusi. Hal ini miris dilihat, mengingat mahasiswa terpandang sebagai manusia pintar, terpelajar, dan atau intelektual.
Perlu adanya kulturisasi stereotip mahasiswa dalam kampus hijau ini. Setidaknya terdapat beberapa oknum yang bervisi untuk menanamkan nilai pendidikan tersebut. Siapa oknumnya? Jawabannya tidak lain adalah mahasiswa IAI Ibrahimy yang secara tulus ingin kampusnya menjadi kampus (kawah candradimuka) yang hakiki.
Kita lanjut ke poin kedua dari Tri Dharma, yaitu penelitian. Bicara penelitian artinya adalah bicara data. Bicara data berarti sesuai dengan ketentuan ataupun metode tertentu. Bicara metode berarti hasil dari kerja ilmiah yang dikultuskan dan dapat diimplementasikan dalam kegiatan tertentu, yakni secara uji empiris (dapat dilihat dengan indra).
Menurut Sugiyono (2016:2), penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Hal ini jelas bahwasanya sebuah kegiatan yang akan dilakukan mesti memiliki tujuan dan kegunaan. Tujuan dan kegunaan tersebut sesuai dengan siapa yang berkegiatan. Begitu juga dengan penelitian, siapa? butuh apa? untuk apa? Semisal; mahasiswa membutuhkan terselesaikannya tugas akhir untuk mendapatkan gelar sarjana (skripsi). Apa yang dilakukannya? Jawaban yang pasti adalah penelitian. Entah penelitian kualitatif, kuantitatif, R & D, ataupun penelitian kepustakaan.
Bagi mahasiswa, penelitian tidak seharusnya dimengerti ketika menjelang skripsi saja; artinya seorang yang masuk dalam perguruan tinggi harus mengimplementasikan Tri Dharma yang tidak ada batasnya sebelum ia menjadi sarjana. Namun yang saat ini terjadi di IAI Ibrahimy (dominasi) adalah mahasiswa mengerti penelitian di semester 5, tidak sebelumnya. Padahal penelitian sangat krusial bagi mahasiswa. Bahkan sebagian mahasiswa IAI Ibrahimy yang sudah semester 7 pun kurang mengerti akan pentingnya penelitian. Miris. Harus ada oknum bervisi Tri Dharma, bukan?
Selanjutnya kita bahas poin ketiga Tri Dharma, yaitu pengabdian masyarakat. Pengabdian masyarakat dalam Tri Dharma secara program akademik sebuah perguruan tinggi terdapat atau diimplementasikan ketika Kuliah Kerja Nyata (KKN). Penulis merasa arti pengabdian jika sesuai paparan di atas terlalu sempit untuk diletakkan dalam tubuh pengabdian itu sendiri. Pengabdian tidak ada ketentuan di mana, kapan, bagaimana konsep dan teknisnya, serta seperti apa laporannya. Yang dilakukan oleh pihak perguruan tinggi adalah secara ilmiah karena memang sebuah institusi, namun pengabdian itu universal. Pengabdian yang universal ini bermakna bahwa mahasiswa memiliki tanggung jawab besar bagi terselenggaranya poin pengabdian; di manapun dan kapanpun ia berpijak. Dan tidak berarti pula setelah seorang mahasiswa IAI Ibrahimy mendapat gelar sarjana dalam artian lulus, lalu meninggalkan poin pengabdian ini. Karena ijazah hanya tanda bahwa mahasiswa selesai dalam ber-mata kuliah, selesai dalam lobying dosen atas nilai, dan lain sebagainya.
Kampus hijau IAI Ibrahimy membutuhkan sekelompok orang yang satu visi untuk berusaha menanamkan dan kulturisasi stereotip mahasiswa yang sebenarnya, yang terangkum dalam Tri Dharma perguruan tinggi. Penulis mengingat sebuah kalimat yang mungkin sebenarnya dapat menjadi stimulus bagi para mahasiswa IAI Ibrahimy. Inti dari kalimat tersebut adalah “Kemajuan sebuah bangsa dapat dilihat dari tingkat minat baca bangsa itu sendiri”. Kita coba tarik ke dalam konteks IAI Ibrahimy yang merupakan sebuah perguruan tinggi; “Kemajuan sebuah perguruan tinggi dapat dilihat dari minat baca mahasiswanya”. Kenapa harus membaca? Karena dengan membaca, secara eksplisit kita tidak selalu paham dengan apa yang sedang kita baca, sehingga menimbulkan sikap skeptik, dan akhirnya memicu terjadinya diskusi.
Bagaimana kawan? Baru sadar? Masih belum paham? Atau tidak mau sadar? Sebagai mahasiswa IAI Ibrahimy, penulis merupakan orang yang sadar tapi belum memiliki power untuk ikut serta dalam kulturisasi stereotip mahasiswa. Penulis hanya ingin meminta, memohon, dan mengajak kepada kawan-kawan mahasiswa IAI Ibrahimy sekalian dalam aktualisasi kulturisasi stereotip mahasiswa tadi. Subyeknya tidak lain dan bukan hanya kawan-kawan mahasiswa. Obyeknya adalah kawan-kawan mahasiswa yang belum merasa. Indonesia Maju tidak akan terwujud tanpa campur tangan kawan-kawan sekalian dalam kontribusi (pengabdian) sebagai rakyat Indonesia.
Hal-hal di atas adalah mimpi, dan penulis belum terbangun. Bangunkan penulis melalui empati kawan-kawan, dan mari kita realisasikan bersama.
Dari Mahasiswa Jelata - Smith
0 Response to "Membaca IAI Ibrahimy; Kultur Mahasiswa"
Post a Comment