Sejarah Filsafat Pra Sokratik: 10 Tokoh Filsuf Pra Sokrates

sejarah-filsafat-pra-sokratik-10-tokoh-filsuf-pra-sokrates
Kota Athena

Kali ini kita akan membahas tentang Sejarah Filsafat Pra Sokratik: 10 Tokoh Filsuf Pra Sokrates. Dalam sejarah filsafat, era sokratik berarti sebuah masa  di mana fokus pemikiran yang tidak hanya pada alam saja, melainkan juga kepada manusianya juga. Jadi sebaliknya, kata pra di sini menunjukkan arti masa di mana para filsufnya bertitik pemikiran pada alam saja.

Menurut Juhaya S. Pradja (2003:50-58), para filsuf Yunani yang pertama tidak lahir di tanah airnya sendiri, melainkan di Asia Minor (sebuah tanah perantauan). Dahulu, bangsa Yunani di Semenanjung Balkan banyak yang menjadi perantau, karena tanah airnya sendiri yang tidak subur, dan sepanjang daratan dilalui dengan bukit barisan, juga banyaknya teluk yang menjorok ke daratan, sehingga sedikit tanah yang baik untuk dijadikan tempat tinggal.

Mereka yang merantau lebih makmur hidupnya. Mereka berniaga dan berlayar. Sehingga dalam kehidupannya yang makmur, mereka mengisi waktu longgarnya dengan meningkatkan kemuliaan hidup, seperti dengan seni dan membuahkan pemikiran.

Itu yang menjadi sebab Miletos di Asia Minor (mereka jadikan tempat tinggal) melahirkan filsuf-filsuf Yunani yang pertama. Seperti Thales, Anaximandros, dan Anaximenes. Mereka merupakan filsuf alam, alam lah yang menjadi fokus objek kajian filsafatnya.

Berikut ini adalah 10 Tokoh Filsafat Yunani Kuno:


1. Thales

Thales merupakan filsuf alam pertama yang lahir pada abad ke-6 SM. Di kalangan orang-orang Yunani, Thales disebut sebagai salah seorang dari hoi liepta soplioi, yaitu tujuh orang yang bijaksana. Sedangkan Aristoteles menyebutnya sebagai filsuf yang pertama.

Thales merupakan seorang saudagar yang sering ke Mesir. Di sana dia menemukan ilmu ukur; seperti cara mengukur piramid-piramid dari bayangannya, mengukur jauhnya kapal di laut dari tepi pantai. Pada tahun 585 SM, ia bahkan berhasil meramal akan ada gerhana matahari pada tanggal 28 Mei. Dari itulah dia disebut sebagai ahli metafisika dan ahli astronomi.

Menurut Aristoteles, sumber ajaran Thales merupakan asal muasal terjadinya alam semesta. Menurut Thales, asal mula alam ini adalah air. Tumbuh-tumbuhan, binatang, dan bakteri lahir dan hidup di tempat yang lembap. Bahkan menurutnya, tanah pun mengandung air. Namun argumen Thales ini tidak hanya argumen yang rasional, bahkan juga hasil dari observatif. 

Di sisi orang-orang Yunani sebelumnya mengandalkan mitologi dalam pencarian jawaban, Thales membuka alam pikiran tentang asal muasal alam tanpa menunggu lahirnya ilmu pengetahuan. Baginya, semua kehidupan berasal dari air, karena air merupakan causa prima (sebab utama) dari segala yang ada yang jadi, tetapi juga akhir dari segala yang ada yang jadi. Buah pikirannya yang menyingkap dan tidak menerima mitos dan jawaban nenek moyang merupakan awal dari kemerdekaan berpikir manusia sebagai mahluk yang berakal. 

Thales merupakan seorang penganut animisme (setiap yang ada pasti berjiwa). Hal ini diyakininya karena suatu hari dia menggosokkan besi berani dan batu api sampai panas, lalu barang di dekat benda itu pun mendekat. Menurutnya, itu menunjukkan setiap yang ada pasti berjiwa.

Thales sering disebut sebagai Bapak Filsafat Yunani, karena dialah filsuf pertama. Namun, semasa dia hidup tidak pernah menulis buah pemikirannya, sehingga Aristoteles yang akhirnya menulis pemikiran-pemikiran Thales.


2. Anaximandros

Anaximandros (610-547 SM) merupakan murid dari Thales. Usianya lebih muda lima belas tahun dari Thales, namun dua tahun lebih dahulu meninggal. Daripada gurunya, Anaximandros ini lebih masyhur, dia juga terkenal sebagai ahli astronomi dan juga ahli bumi.

Sama halnya dengan Thales, Anaximandros juga memikirkan asal muasal dari alam semesta ini. Walaupun dia adalah murid Thales, tapi dia tidak menerima begitu saja apa yang dinyatakan oleh Thales bahwa asal muasal alam adalah air. Menurutnya asal muasal tu hanya satu, dan itu bukanlah air, juga bukan yang dapat dilihat oleh pancaindra. Menurutnya, asal muasal itu adalah apeiron, yaitu yang tak terbatas, sesuatu yang tak terhingga.

Menurutnya, apeiron ini tidak dapat dirupakan dan tidak ada yang menyamainya di dunia ini, ketika dapat dirupakan dengan pancaindra dan diserupai berarti dia terhingga dan terbatas. Segala hal yang tampak dan terbatas ini berasal dari apeiron dan akan kembali kepada apeiron. Apeiron bersifat ilahi yang tidak terbatas, abadi, dan meliputi segala-galanya.

Anaximandros menjelaskan bagaimana alam semesta timbul sebab apeiron? Bermula dari apeiron, keluarlah yang panas dan yang dingin. Yang panas membalut yang dingin sehingga yang dingin terkandung di dalamnya. Dari yang dingin itu timbullah yang cair dan yang beku. Yang beku inilah kemudian menjadi bumi. Api yang membalut yang dingin itu kemudian terpecah-pecah pula, dan pecahan-pecahan itu berputar-putar, dan kemudian terpsiah-pisah, maka jadilah matahari, bulan, dan juga bintang.

Bumi itu pada awalnya dibalut uap yang basah. Karena terus-menerus berputar, yang basah itu secara berangsur-angsur mengering, akhirnya tinggal sisa uap yang basah itu sebagai laut di bumi.

Mengenai manusia yang timbul sebab apeiron, Anaximandros menjelaskan, dari laut tadi hiduplah hewan yang hidup di dalam air seperti ikan. Akan tetapi tanah semakin kering, jadi daratan kering tersebut mulai timbul mahluk lain di atasnya.

Menurutnya, manusia dahulu tidak sama dengan yang sekarang, melainkan serupa dengan ikan. Jadi manusia dahulu tidak dapat secara langsung seperti sekarang dikarenakan tidak ada yang mengasuh seperti sekarang, sehingga satu-satunya yang dapat mengasuh adalah ikan tadi.

Walaupun teori tentang asal muasal menurut Anaximandros itu tidak begitu jelas, dia adalah seorang yang cakap dan cerdas. Padahal semasa hidupnya tidak ada agama, melainkan hanya mitologi, namun dia dengan upaya kontemplasinya memahami asal muasal alam semesta ini dengan begitu jenius. Dia mengenal apeiron, sebagai hal yang tak terbatas dan tak terhingga, mahluk-mahluk yang dapat dirupakan dengan pancaindra itu timbul karena adanya apeiron itu. Jika dianalogikan kepada teisme, maka yang disebut apeiron oleh Anaximandros ini adalah Tuhan.

Baca juga: Pengertian Filsafat Secara Etimologis dan Terminologis Serta Kegunaannya Bagi Manusia

3. Anaximenes 

Anaximenes (585-524 SM) merupakan murid dari Anaximandros. Secara substansial pemikiran Anaximenes ini tidak jauh beda dengan Anaximandros. Anaximenes tidak dapat menerima ajaran gurunya tentang asal muasal alam yang bermuara pada apeiron. Baginya, yang menjadi asal semuanya adalah yang ada dan tampak, yaitu udara. 

Adapun argumen Anaximenes itu berdasar tiga (3) asalan-alasan sebagai berikut:

a. Udara tidak berkehabisan dan tidak berkeputusan. Udara ada di mana-mana.

b. Udara memegang peranan penting dalam kejadian-kejadian dan perubahan-perubahan yang akan terjadi karena udara senantiasa bergerak.

c. Udara merupakan unsur kehidupan. Tidak ada satupun yang dapat hidup tanpa udara.


Dari tiga (3) dasar tersebutlah Anaximenes meyakini bahwa yang menjadi causa prima adanya alam ini adalah udara. Mengenai terjadinya alam, ia mengatakan “semuanya terjadi dari udara. Karena gerak udaralah yang menjadi sebab terjadinya. Udara bisa jarang dan bisa rapat. Jika udara jarang, maka yang terjadi adalah api, jika yang udara rapat, maka yang terjadi adalah angin dan awan, jika udara semakin rapat dan padat, maka yang terjadi adalah turunnya hujan. Dari air hujan terjadilah tanah, dan tanah yang padat menjadi batu”.

Anaximenes adalah seorang filsuf alam yang juga memperbincangkan soal wujud jiwa dan roh. Ia menghubungkan udara sebagai bahan dasar roh yang menghidupkan manusia sebagai bagian dari alam. Pandangannya tentang wujud jiwa tidak dikupasnya panjang lebar dibandingkan filsafatnya tentang alam.

"Udara bisa jarang dan bisa rapat. Jika udara jarang, maka yang terjadi adalah api, jika yang udara rapat, maka yang terjadi adalah angin dan awan, jika udara semakin rapat dan padat, maka yang terjadi adalah turunnya hujan. Dari air hujan terjadilah tanah, dan tanah yang padat menjadi batu”.

4. Pythagoras

Pythagoras dilahirkan di Samos antara tahun 580-570 SM. Kemudian dia berimigrasi ke daerah koloni Greek di bagian selatan Italia karena sikap oposisinya terhadap pemerintahan tirani di bawah pemerintahan Polykrates. Pada tahun 530 SM Pythagoras tinggal di Krotona, di mana akhirnya ia mendirikan sebuah perkumpulan agama yang terkenal dengan madzhab Pythagorean.

Di kota itu, ia membangun kelompok tarekat yang hidup mengasingkan diri dari keramaian. Ada yang berpendapat bahwa Pythagoras terpengaruh oleh aliran mistik yang berkembang dalam alam Yunani, yang bernama Orfisisme.

Kelompok tarekat yang didirkannya ini mempelajari tentang jiwa yang dimaksudkan untuk menyucikan roh. Menurutnya, manusia itu asalnya adalah tuhan. Jiwa itu adalah penjelmaan tuhan yang jatuh ke dunia karena berdosa. Dan jiwa itu akan kembali ke langit, lingkungan tuhan, jika sudah habis dicuci dosanya. Hidup murni, menurutnya adalah penghapusan dosa.

Manusia yang menginginkan kesucian roh, haruslah membersihkan jasmani dan rohaninya. Jasmani dapat dibersihkan dengan tidak memakan makanan yang berasal dari binatang. Pythagoras merupakan filsuf yang sangat menganjurkan untuk memakan sayur dan buah-buahan saja. Sedangkan untuk membersihkan rohani, manusia diharuskan berdzikir. 

Pythagoras dikenal sebagai seorang filsuf, ahli mistik, dan ahli matematika sekaligus berhitung. Dia adalah orang yang pertama kali mengemukakan teori dari angka-angka yang menjadi dasar ilmu hitung. Pada zamannya, Pythagoras memiliki pemikiran yang sangat matematis yang kemudian menguasai semua pengetahuan manusia pada zaman modern.

Pytahgoras tidak banyak memikirkan tentang substansi terjdinya alam, tetapi ia lebih banyak memikirkan tentang bentuk dan hubungan antar berbagai macam benda. Sebagai ahli matematika, ia sangat tertarik dengan bentuk dan hubungan yang bersifat kuantitatif. Oleh karena itu, ia mencoba mengemukakan pandangan-pandangannya dengan mengemukakan hakikat dari angka. Ia berkesimpulan bahwa angka merupakan hal yang menjadi prinsip dari semua yang ada (number is principle of all being).

Selanjutnya, menurut Pythagoras, bilangan-bilangan itu dapat digolongkan menjadi dua (2) kelompok yang saling berlawanan; ada bilangan yang ganjil dan ada yang genap,; ada bilangan yang terbatas dan yang tidak terbatas. Hal ini dikorelasikan dengan yang ada pada alam, seperti gelap dan terang, laki-laki dan perempuan, baik dan buruk, dan lain-lain.

Ajaran Pythagoras tersebut tampaknya dirasa terlalu tinggi oleh pengikutnya. Hal tersebut terbukti dari adanya perpecahan di antara pengikutnya. Satu golongan hanya memperdalam ilmunya dan mengabaikan ajaran agamanya, dan satu golongan lainnya tidak tertarik dengan ilmu angka-angka, melainkan mereka lebih tertarik untuk menempuh jalan menyucikan roh, dengan hidup bersahaja, berjalan tanpa alas kaki, dan tidak makan daging, kacangm dan ikan (Pradja, 2000:55)


5. Herakleitos

Herakleitos (580-480 SM) dilahirkan di Ephesos dari satu keluarga yang tergolong aristokrat. Ia memiliki watak yang tidak mengenal kompromi, dan sangat ekstrem dalam menentang demokrasi. Dia sangat bebas mengemukakan pendapatnya, terutama dalam hal mencela orang lain.

Herakleitos tertarik pada masalah perubahan-perubahan yang terjadi pada alam ini. Ia sangat terpengaruh oleh kenyataan bahwa alam ini selalu mengalami perubahan secara terus-menerus, dan pluralitas timbul karena perubahan tersebut. 

Menurutnya tidak ada satupun yang permanen atau tetap di dunia ini. Apa yang kelihatan tetap sebenarnya sedang dalam proses perubahan yang tidak ada hentinya. Ucapannya yang terkenal adalah panta rhei kai  uden menei, semuanya mengalir, tidak ada satupun yang tinggal menetap.

Ia berkeyakinan bahwa yang menjadi elemen utama dari segala sesuatu adalah api. Api merupakan lambang dari perubahan-perubahan dalam alam ini, sebab nyala api selalu memakan bahan bakar yang baru, dan bahan bakar senantiasa berubah menjadi asap dan abu.

Walaupun dengan tegas ia tidak menerima pendapat filsuf sebelumnya, ternyata ia juga terpengaruh oleh alam pikir filsuf alam dari Miletos. Dia menyebut satu anasir (hal pokok dari segala-galanya), yaitu api, sebagai asal dari segala sesuatu di alam semesta ini. Kemudian api ini dapat dilihat pada panas matahari yang menjadi syarat hidup bagi manusia, tumbuhan, dan hewan. 

Dasar dirinya menganggap api sebagai satu anasir alam ini adalah karena sifat api yang selalu bergerak dan berubah rupa. Menurutnya, hal ini menggambarkan bahwa di alam ini tidak ada yang tenang dan tetap. Yang ada hanya pergerakan saja, tidak ada yang ada kecuali pergerakan itu sendiri, bukan ada melainkan menjadi. Semua itu dalam kejadian.

Dia berpandangan bahwa perubahan (pergerakan) tersebut dikuasai oleh hukum dunia yang satu, yaitu logos (pikiran). Orang yang mengetahui hukum dunia tentu akan bertindak menyatukan hukum itu. Logos-lah yang menjadi dunia bergerak dan karena itulah, hukum dunia menurut irama tetap (Syadali & Mudzakkir, 2004:51).

"Ucapannya yang terkenal adalah panta rhei kai  uden menei, semuanya mengalir, tidak ada satupun yang tinggal menetap".


6. Perminides 

Perminides merupakan seorang filsuf Elea yang lahir kisaran tahun 540 SM. Ia merupakan filsuf ahli politik dan juga pernah menjabat pemerintah. Dia dikenal besar bukan karena jabatannya itu, melainkan pemikirannya yang tidak terbandingkan pada masanya.

Filsafatnya: yang realitas dalam alam ini hanya satu, tidak bergerak, tidak berubah dasar pemikirannya; yang ada itu ada, mustahil tidak ada. Adapun konsekuensi dari pemikirannya adalah:

a. Bahwa “yang ada” hanya satu dan tidak terbagi, jika pluralitas maka tidak mungkin ada.

b. Bahwa “yang ada” itu tidak dijadikan, dan tidak akan dimusnahkan. Dengan kata lain, “yang ada” bersifat kekal dan tidak terubahkan.

c. Bahwa “yang ada” itu sempurna, tidak ada sesuatu yang dapat ditambahkan terhadapnya, dan tidak ada sesuatu yang dapat diambil darinya.

d. Bahwa “yang ada” itu mengisi segala tempat, sehingga tidak ada ruang yang kosong, sebab jika ada ruang kosong, maka “yang ada” akan bergerak, dan bergerak berarti berubah. Dan ini tidak mungkin (Pradja, 2000:57).


Perminides mengatakan bahwa kebenaran hanya satu, namun berbeda-beda, tergantung pada subjek yang mengatakannya. Menurutnya, segala kebenaran dapat dicapai dengan akal dan logika. Yang ada pasti ada, dan yang tak ada mustahil ada. Perminides menganggap bahwa di dunia tak ada barang barunya, tidak ada barang lahir keduanya, dan tidak ada barang menghilang dari dunia.

Untuk mencapai kebenaran, kita tidak dapat berpedoman dengan penglihatan yang menampakkan kepada kita yang banyak dan yang berubah-ubah. Hanya akal yang dapat mengatakan bahwa yang ada mesti ada, serta mengakui bahwa yang tidak ada itu mustahil untuk ada. Ketiadaan sesuatu bisa jadi keadaannya sendiri, karena hakikat tidak ada yang mustahil, bahkan kemustahilan itu merupakan hakikatnya. Dengan demikian, sepanjang rasio menerima cara berpikir yang logis, kebenaran itu pasti adanya.

Sepantasnya kebenaran itu tetap, abadim dan tunggal. Rasio manusia itu pada dasarnya tetap dan satu. Yang mempengaruhi bergesernya esensi kebenaran itu bukan rasio, melainkan apa yang ada di luar rasio. Manusia tida hanya mengandalkan rasio dala mengukur kebenaran, ia memiliki alat lain yang terdapat dalam dirinya, sebagaimana nafsu yang dengan mudah memengaruhi akal sehat manusia, sehingga terjadi perubahan pada kebenaran.

Ajaran Perminides mendapat pertentangan dari filsuf di zamannya. Pandangannya tentang yang satu  dan tetap banyak ditentang karena tidak realistik. Untuk menangkis lawan-lawannya itu, kemudian muncullah murid-muridnya, seperti Zeno dan Melissos (Hatta, 1986:23 & Syadali, 2004:55).


7. Leukippos 

Leukippos yang lahir kisaran 540 SM adalah seorang filsuf yang pertama kali mengajarkan tentang atom. Menurutnya setiap benda pasti terdiri dari atom. Atom adalah benda yang sangat kecil, sehingga untuk membaginya lagi itu hal yang musthail. Karena kecilnya, atom tidak terlihat, namun tetap ada, tidak hilang dan tidak berubah-ubah. Ia bergerak terus tiada henti-hentinya.

Dasar teori Leukippos tentang atom itu ialah rumus tentang “yang penuh yang kosong”. Artinya atom dinamainya sebagai yang penuh walau kecil dan bertubuh. Setiap yang bertubuh mengisi lapangan yang kosong. Jadi di sebelah yang penuh dan yang kosong inilah kejadian dari alam ini. Yang penuh dan yeng kosong ini harus ada sebab, kalau tidak ada yang kosong, maka yang penuh tidak dapatbergerak.

Yang paling penting dari pemikiran Leukippos mengenai atom ini adalah upaya kompromi antara teori gurunya (Perminides); bahwa atom itu ada dan tidak berubah-ubah,;  dengan Herakleitos; bahwa atom itu bergerak,; yang sangat bertentangan antara keduanya.

Pandangan ontologis Leukippos tidak berbeda jauh dengan Perminides. Bahwa semua pada hakikatnya adalah hakikat, dan semua yang ada adalah hakikat. Hakikat itu ada yang ada dan ada yang tidak ada. Keberadaan dengan ketiadaan wujud aslinya sama, hanya realitasnya yang berbeda. Oleh karena itu, tidak akan ada jika tidak ada yang tidak ada, karena ada dan tidak ada sebagai hukum alam yang sebenarnya.


8. Demokritos

Semasa hidup Demokritos banyak mengadakan perjalanan ke Mesir, Babilonia, Persia, dan akhirnya ke Athena. Demokritos mengabdikan hidupnya untuk penyelidikan dan berpandangan bahwa lebih baik menemukan hubungan sebab-akibat dalam ilmu alam daripada menerima mahkota kerajaan terbesar di dunia.

Demokritos berpandangan bahwa segala sesuatu mengandung “penuh” dan “kosong”. Adapun bagian yang penuh dari segala sesuatu dapat dibagi-bagi menjadi titik-titik yang tidak terbatas jumlahnya, dan karena kecilnya, ia tidak dapat ditangkap oleh pancaindra. Bagian kecil-kecil itu tak dapat dibagi dan tidak mengandung kekosongan. Ia bernama atomos, yang berarti tidak dapat dibagi.

Demokritos merupakan murid dari Leukippos dan sama dengan pendapat gurunya bahwa alam ini terdiri dari atom-atom yang bergerak-gerak tanpa akhir, dan jumlahnya sangat banyak. Atom merupakan benda yang bertubuh meskipun sangat halus. Sebagaimana Herakleitos dalam menentukan anasir di alam ini, Demokritos menganggap api adalah anasir yang pertama, walaupun halus. Atom apilah yang menjadi dasar segala hal. 

Atom api merupakan jiwa. Jiwa itu tersebar ke seluruh badan manusia, yang menyebabkan badan manusia itu bergerak. Waktu menarik nafas, manusia tolak ia keluar. Manusia hidup hanya selama kita bernafas. Demikianlah Demokritos menjadikan atom sebagai asas hidup penglihatan, perasaan, dan pendengaran, semua timbul dari gerak atom (Syadali & Mudzakkir, 2004:58).


9. Zeno

Zeno merupakan filsuf yang lahir di Elea pada tahun 490 SM. Ia menjadi terkenal karena ketangkasan dan ketajaman pikirannya. Zeno merupakan salah seorang murid-murid Perminides. Ia mempertahankan fislafat gurunya tidak dengan menyambung keterangan atau menambahkannya, melainkan dengan mengembalikan keterangan terhadap dalil-dalil orang-orang yang membantah pendapat gurunya. Ia menyatakan, jika keterangan orang yang membantah dinyatakan salahnya, pendirian gurunya (Perminides) benar dengan sendirinya.

Sikap yang dipakai Zeno ialah meneruskan keterangan lawannya sampai selanjutnya, sehingga bertentangan satu sama lain.uraian yang disampaikanZeno rupanya bertele-tele. Akan tetapi, jika diperiksa lebih dalam, ia menunjukkan berbagai kesukaran dalam logika.

Sebagai murid Perminide, Zeno cukup ulet dalam mempermainkan logika. Hanya orang-orang yang kurang cerdas saja yang merasa bingung memainkan keterampilan kata-kata yang diuntainya, seperti anak panah yang dilepaskan dari busurnya akan diam di suatu tempat yang pada saat tertentu ia senantiasa berada di tempat tertentu. Oleh karena itu, anak panah itu sebenarnya diam, karena tdak mungkin berada di dua tempat dalam waktu yang bersamaan.


10. Gorgias

Gorgias (427 SM) merupakan seorang filsuf yang berpandangan bahwa: pertama, tidak ada yang ada; maksudnya, realitas itu sebenarnya tidak ada. Kita harus mengatakan bahwa realitas itu tunggal dan banyak, terbatas dan tak terbatas, dicipta dan tak dicipta.

Gorgias dalam akhir kesimpulan pemikirannya selalu paradoks, karena ia harus mengatakan bahwa realitas itu tunggal dan banyak, terbatas dan tak terbatas, dicipta dan tak dicipta. Karena kontradiksi, tidak dapat diterima dalam pemikiran, menurut Gorgias, pemikiran lebih baik tidak menyatakan apa-apa tentang realitas.

Kedua, akal juga tidak mampu meyakinkan manusia tentang bahan alam semesta ini, karena manusia telah dikungkung oleh dilema subjektif.  Ketiga, sekalipun realitas itu dapat diketahui, ia tidak dapat diberitahukan kepada orang lain. Dari sini ia memperlihatkan kekurangan bahasa untuk menyebutkan isi pengetahuan itu, atau dengan kata lain, kata-kata tidak memiliki pengertian absolut, dan kata-kata hanya memiliki pengertian relatif. Dengan demikian ia tidak pernah menjawab persoalan sampai final (Syadali & Mudzakkir, 2004: 65).



Nah, di atas tadi merupakan Sejarah Filsafat Pra Sokratik dan Pemikiran 10 Tokoh Filsuf Pra Sokrates. Semoga pemaparan di atas bisa memberikan manfaat kepada rekan-rekan sekalian. Terimakasih.

Apa itu kegunaan Filsafat? Klik di sini untuk mengetahuinya

0 Response to "Sejarah Filsafat Pra Sokratik: 10 Tokoh Filsuf Pra Sokrates"