Menunggu Corona Hilang? Virus Usang Yang Tetap Menjadi Senjata Orang Pemalas

menunggu-corona-hilang-virus-usang-yang-tetap-menjadi-senjata-orang-pemalas
Harimau tapi malas - Sumber: Pixabay.com


Menunggu Corona Hilang? Virus Usang Yang Tetap Menjadi Senjata Orang Pemalas - (Usahakan baca sampai habis agar tidak ada kesalahpahaman). Sejak Februari lalu Virus bernama Corona "membuat" surat himbauan agar masyarakat tidak keluar rumah apalagi berkerumun melalui perantara kebijakan pemerintah. Di Kabupaten tempat saya tinggal, himbauan yang dilayangkan corona ini tepat pada tanggal 14 Februari 2020, Minggu. Pada tanggal tersebut pula organisasi yang saya ikuti yang berkolaborasi dengan UKM Musik IAI Ibrahimy Genteng-Banyuwangi mengadakan Olimpiade Bahasa Indonesia dan Festival Al-Banjari serta Tasyakuran UKM Musik.

Karena antara himbauan dan surat izin mengadakan kegiatan besar yang mengundang kerumunan itu lebih dahulu surat edaran kebijakan pemerintah, maka kegiatan tetap berjalan. Bagaimana tidak, ada sekitar 90 siswa dari beberapa sekolah tingkat SLTA/Sederajat di Banyuwangi mengikuti olimpiade tersebut, di sisi lain yang mengikuti Festival Al-Banjari ada sekitar 60 lebih grup hadrah dari Kabupaten-Kabupaten se-Tapal Kuda.

Jika dihitung dari sekarang, kegiatan tersebut kurang lebih pada 6 bulan yang lalu. Organisasi saya (Pimpinan Komisariat Perguruan Tinggi IPNU IPPNU IAI Ibrahimy) berusaha terus-menerus mengadakan kegiatan-kegiatan agar roda organisasi tetap berjalan, juga agar kader-kader di dalamnya selalu berproses agar dapat terbentuk (kata Tan Malaka, "terbentur, terbentur, terbentuk").

Bacalah Opiniku: Apa? Secangkir Kopi Untuk Demokrasi?

Namun berbeda dengan organisasi yang juga berada di Kecamatan Genteng (ranah kecamatan, bukan perguruan tinggi), ketika saya tanyakan kepada ketua organisasi tersebut kenapa kok tidak ada kegiatan sama sekali, alasannya jelas “corona iki lo” (corona ini lo). Jawaban tersebut menurut saya masih bisa diterima ketika awal masa pandemi pada bulan-bulan Februari-Mei 2020. Tapi di bulan Juni sampai Agustus ini ternyata jawaban mereka sama, “enek iki (corona) lo”. 

Organisasi saya, PKPT, ketika masa-masa pandemi tetap berusaha berkegiatan. Bahkan kami mengadakan anjangsana kepada anggota-anggota yang kurang aktif (mumpung kuliah dari rumah). Kami gunakan kesempatan ini agar tidak terjadi kekosongan proses.

Ketika pemerintah pusat menggaungkan New Normal, pemerintah Kabupaten Banyuwangi juga sudah menerapkan New Normal di kabupatennya, di lain organisasi, setelah pemerintah menerapkan kebijakan tersebut, PCNU (Pengurus Cabang NU) Banyuwangi juga membuat kebijakan dengan slogan “NU Normal”.

Bahkan PCNU Banyuwangi mengadakan Sobo Deso (Berkeliling ke desa-desa) se-Kabupaten Banyuwangi yang berjumlah 217 beserta kelurahannya. Awalnya kegiatan ini diadakan setiap hari Jumat sampai Minggu, namun di bulan-bulan Juli sampai Agustus ini Sobo Deso diadakan setiap hari mengingat banyaknyaa desa/kelurahan di Banyuwangi.

Menurut saya virus ini sudah usang, karena dengan himbauan seperti apapun, seperti harus memakai masker, harus memakai face shield, social distancing, pada realitanya masyarakat sudah tidak peduli dan acuh. Bukankah hal yang sudah diacuhkan berarti usang?. Entah bagaimana menurut pandangan Anda.

Bacalah Aktivis: Tokoh IPNU: Biografi Singkat KH. Tolchah Mansoer - Pendiri IPNU - Profesor NU Yang Terlupakan

Sudah tidak waktunya seseorang bermalas-malasan karena alasan covid. Apalagi sebuah organisasi, jika diterus-teruskan malas untuk mengadakan kegiatan maka roda organisasi akan mandeg dan bisa jadi vakum organisasi tersebut.

Yang lebih miris lagi rekruitmen anggota organisasi tidak segera dilakukan dengan alasan yang sama. Alasannya menunggu corona habis, padahal WHO dengan tegas menyatakan bahwa corona akan selamanya ada (sampai kapan bro nunggu habis?). Jika rekruitmen tidak segera diselenggarakan calon anggota baru akan menghilang karena dirinya merasa tidak diperhatikan, wong mau ikut kok tidak cepat diadakan.

Corona sampai sekarang masih menjadi senjata yang ampuh untuk membuat orang yang bertanya terdiam dan manggut-manggut. Kenapa tidak kerja? Nunggu corona habis. Sekarang bulan kemerdekaan lo, apa nggak buat kegiatan? Corona masih ada. Ya kalau begitu terus-terus bagaimana mau maju bangsa ini bro!?.

Corona itu seperti api unggun, awalnya besar, membara, orang takut mendekatinya. Setelah beberapa bulan, apinya mengecil, bahkan orang berani mendekatinya dengan tidak memakai masker, dan tidak mematuhi protokol kesehatan. Karena apa? Ya karena sudah usang. Dulu tomcat sangat ditakuti karena dampak gatal-gatalnya yang mengerikan dan membuat orang bergidik, sekarang? orang lihat tomcat ya tinggal di-slentik saja, tuing!. Hilang.

Penantian terhadap hilangnya corona memungkinkan ketidakmungkinannya. Karena corona selamanya ada. Dan bisa jadi tetap menjadi senjata orang pemalas agar tidak melakukan kegiatan apapun. Memanipulasi kata mutiara dari salah satu produk minuman, so*ro, “Apapun kegiatannya, alasannya, nunggu corona hilang”. Mantap!. Gundulmu!.

Masih mau beralasan dan menunggu corona hilang? Awas sampai corona ternyata hilang kamu tetap malas! Jangan-jangan ada pandemi versi lain lagi.

Bacalah Filsafat: Aliran Filsafat Sofisme: Sejarah, Tokoh, dan Pemikirannya

Tulisan ini dibuat bukan untuk mengenyek (cemooh), melainkan untuk bahan saling mengingatkan sesama aktivis di organisasi. Jadi mohon maaf jika ada tutur yang kurang teratur atapun kata yang kurang tertata. Terimakasih.

0 Response to "Menunggu Corona Hilang? Virus Usang Yang Tetap Menjadi Senjata Orang Pemalas"