Sejarah Singkat IPNU di Indonesia

sejarah-singkat-ipnu-di-indonesia
Logo IPNU

Pernah dengar organisasi IPNU? Kalau belum pernah mari kita bersama membahas tentang Sejarah Singkat IPNU di Indonesia. Let’s Go!.

Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) adalah Badan Otonom yang bergerak sebagai garda terdepan kaderisasi Nahdlatul Ulama di tingkat pelajar, mahasiswa, dan santri. Terdapat beberapa aspek yang melatar belakangi berdirinya organisasi IPNU, antara lain: Pertama, Aspek Ideologis, yang menegaskan posisi Indonesia sebagai negara yang mayoritas penduduknya adalah muslim dan berhaluan Ahlussunnah Wal Jamaah, sehingga perlu dipersiapkan kader-kader penerus perjuangan NU dalam kehidupan beragama, berbangsa, dan bernegara.



Kedua, aspek pedagogis, yaitu adanya keinginan untuk menjembatani antara pelajar, mahasiswa, dan santri pada pendidikan umum dan pendidikan pondok pesantren, sekaligus memberdayakan potensi mereka untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, utamanya bagi generasi pelajar NU. Dan aspek yang ketiga adalah aspek sosiologis, yaitu adanya persamaan tujuan, kesadaran, dan keikhlasan akan pentingnya suatu wadah pembinaan bagi generasi penerus para Ulama dan penerus perjuangan bangsa.

Bacalah: 20 Pengertian Organisasi Secara Umum Menurut Para Ahli

Dalam sejarahnya, IPNU mengalami dinamika organisatoris yang penuh dengan tantangan, sesuai dengan konteks sosial yang meingkupinya. Pada posisi ini, IPNU mengalami sejarah yang dapat dikelomokkan menjadi tiga periode:

1. Periode perintisan

2. Periode pendirian, dan

3. Periode pertumbuhan dan perkembangan

Mari kita bahas periode-periode di atas satu per satu. 

1. Periode Perintisan

Kelahiran IPNU bermula dari adanya jamiyah lokal atau kedaerahan yang berupa kumpulan pelajar, sekolah, dan pesantren yang semula dikelola oleh para Ulama. Di Surabaya didirikan Tsamrotul Mustafidin (1936). Selanjutnya Persatuan Santri Nahdlatul Oelama atau PERSANO (1939). Di Malang (1941) lahir Persatuan Murid Nahdlatoel Oelama (PAMNO). 

Dan pada saat itu banyak para pelajar yang ikut pergerakan melawan penjajah. Pada tahun 1945 terbentuk Ikatan Murid Nahdlatoel Oelama (IMNO). Di Madura (1945) Ijtimauth Tholabiah dan Syubbanul Muslim, kesemuanya itu juga ikut berjuang melawan penjajah dengan gigih. Di Semarang (1950) berdiri Ikatan Moeballigh Nahdlatoel Oelama dengan anggota yang masih remaja. sedangkan 1953 di Kediri berdiri Ikatan Pelajar Nahdlatoel Oelama. Pada tahun 1954 di Medan berdiri Ikatan Pelajar Nahdlatoel Oelama (IPNO). Dari sekian banyaknya nama yang mendekati adalah IPNO yang lahir di Medan pada tahun 1954.

2. Periode Pendirian

Gagasan untuk menyatukan langkah dan nama perkumpulan diusulkan dalam onferensi Besar LP. Maarif pada 20 Jumadil Tsani 1372 H yang bertepatan 24 Februari 1954 M di Semarang. Usulan ini dipelopori oleh Pelajar Yogyakarta, Solo, dan Semarang yang terdiri dari Sofyan Cholil (mahasiswa UGM), H. Mustofa (Solo), Abdul Ghoni dan Farida Achmad (Semarang), Maskup dan M. Tholchah Mansur (Malang). Dengan suara bulat dan mufakat, dilahirkanlah organisasi yang bernama Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) dengan ketuanya yang pertama, M. Tholchah Mansur.

Pada tanggal 30 April – 1 Mei 1954 IPNU menggelar Konferensi Segilima di Solo. Konferensi ini dihadiri oleh pelajar perwakilan ddari Yogyakarta, Semarang, Solo, Jombang, dan Kediri. Kenferensi tersebut berhasil merumuskan asas organisasi, yaitu Ahlussunnah Wal Jamaah, dan tujuan organisasi, yaitu mengemban risalah islamiyah, mendorong kualitas pendidikan, dan mengkonsolidir pelajar. Dalam konferensi ini juga menetapkan M. Tholchah Mansur sebagai ketua umum IPNU pertama. Selain itu konferensi ini juga menetapkan PD/PRT dan berusaha untuk mendapatkan legitimasi/pengakuan secara formal dari NU.

3. Periode Pertumbuhan dan Perkembangan

Dalam periode ini, terjadi pelbagai perubhan arah dan orientasi perjuangan, serta nomenklatur IPNU yang dilatarbelakangi oleh realitas sosial-politik-keagamaan di dalam rentang masa tertentu. Setidaknya terjadi tiga arus besar fase perubahan IPNU, yaitu: 1) Fase Khittah 1954, 2) Fase Transisi, dan 3) Fase Kembali Ke Khittah.

Kongkres sebagai forum tertinggi tingkat nasional layak dijadikan landasan historis dalam menjelaskan ketiga (3) fase tersebut, mengingat kongkres menjadi sebuah momentum bersejarah yang di dalamnya terdapat agenda penting organisasi, baik terkait dengan penataan landasan nilai dan ideologi, penataan kelembagaan dan kebijakan program, regenerasi struktur kepemimpinan, hingga respon terhadap realitas eksternal.

Bacalah: Tujuan Organisasi Secara Umum Serta Alasan dan Manfaat Mengikuti Organisasi di Kampus

a. Fase Khittah 1954

Fase khittah adalah fase di mana visi, orientasi perjuangan, dan bidang garap (target groups) IPNU berbasis pelajar (siswa, mahasiswa, dan santri). Karena semenjak awal berdiri, pada tahun 1954, IPNU telah menegaskan diri sebagai ujung tombak (garda terdepan) kaderisasi  NU di tingkat pelajar dan santri. Di fase ini, IPNU menghadapi situasi politik Orde Lama yang fluktuatif (ketidaktetapan; goncangan), sekaligus mengalami peralihan rezim ke Orde Baru. Walaupun demikian, fokus, garapan, dan orientasi IPNU terhadap pelajar dan ssantri tak bergeser sama sekali.

Pada tanggal 28 Februari – 5 Maret 1955, IPNU menggelar Muktamar I di Malang, Jawa Timur, yang diikuti oleh 30 cabang dan beberapa utusan pondok pesantren. Dari Muktamar ini tercipta sejarah baru, yaitu dengan lahirnya Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama, tepatnya pada 2 Maret 1955. Proses perjalanan organisasi masih memfokuskan diri pada penataan dan pengembangan oraganisasi, sekaligus bersinergi dengan IPPNU.

Selanjutnya pada 1 -  Januari 1957, IPNU menggelar Muktamar II di Pekalongan, Jawa Tengah. Adapun hasil yang dicapai dalam Muktamar ini adalah konsolidasi organisasi, pengembangan cabang-cabang di luar Jawa dan pondok pesantren. Amanat Muktamar II ini dilaksanakan secara masif, sehingga pada periode ini, IPNU mulai tersebar ke seluruh Indonesia.

Muktamar III IPNU digelar di Cirebon, Jawa Barat, pada 27 Desember 1958. Selain membahas sosial krisis politik dan ekonomi nasional, pengembangan cabang masih menjadi prioritas bahasan. Dalam Muktamar ini muncul gagasan pembentukan Departemen Perguruan Tinggi sebagai embrio lahirnya Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).

Gagasan pendirian PMII ditindaklanjuti pada Muktamar IPNU ke-IV di Yogyakarta, tanggal 11-14 Februari 1961. Muktamar ini menghasilkan sembilan (9) program kerja dan rekomendasi pemantapan pendirian PMII. Selain itu pula, terjadi penggantian nomenklatur (istilah) “Muktamar” menjadi “Kongres”, sekaligus finalisasi lambang organisasi.

Kongres ke-V dilaksanakan di Purwokerto, Jawa Tengah, pada Juli 1963. Dalam kongres ini diputuskan peneguhan identitas NU dalam IPNU untuk selamanya. Dal ini dilakukan karena muncul gagasan kontroversial menghilangkan kata “NU” dalam akronim IPNU. Selama periode kepengurusan hasil Kongres V ini, IPNU menghadapi sosial-politik yang panas, di mana pada waktu itu banyak terjadi gejolak nasional, di antaranya: momentum trikora sebagai implikasi ketegangan politik  antara Indonesia dan Belanda yang mengakibatkan terganggunya stabilitas keamanan nasional. Pada masa ini pula muncul emberontakan oleh PKI yang dikenal dengan Gerakan 30 S/PKI.

Oleh karena itu, momentum Kongres ke-VI yang dilaksanakan di Surabaya, Jawa Timur, pada tanggal 20 – 24 Agustus 1966, sangat terpengaruh oleh situasi politik dalam negeri yang tidak menentu. Kondisi tersebut mendorong IPNU untuk membentuk organisasi kepanduan yang sekaligus menjadi sayap militernya, yaitu Corps Brigade Pembangunan (CBP). Melalui Kongres ini pula dirumuskan penguatan organ dengan sebutan gerakan penguatan ranting, perencanaan pelatihan, pembinaan kader, dan sosialisasi Aswaja. Di samping itu, Kongres juga memutuskan memindahkan kantor pusat IPNU dari Yogyakarta ke Ibukota negara, Jakarta.

Yang perlu menjadi catatan adalah bahwa dari Kongres ke-I sampai ke-VI, status IPNU masih menjadi anak asuh LP. Maarif. Dan ketika Kongres ke-VI di Surabaya, IPNU dan IPPNU meminta hak otonomi sendiri dengan tujuan agar dapat mengatur rumah tangganya sendiri dan dapat memusatkan organisasi ini ke Ibukota negara. Pengakuan otonomi diberikan pada Muktamar NU di Bandung tahun 1967, yang dicantumkan dalam AD/ART NU pasal 10 ayat 1 dan ayat 9. Pada Muktamar NU di Semarang tahun 1979 status IPNU terdapat pada pasal 2 Anggaran Dasar NU.

Pada Kongres ke-VII yang dilaksanakan di Semarang, Jawa Tengah, pada 20 – 25 Agustus 1970, situasi nasional mengalami perubahan rezim, dari orde lama ke orde baru. Selain berbagai keputusan internal, Kongres juga memberikan respon politik terhadap Orba yang menunjukkan watak otoritarian-birokratik., mengkritisi militerisme, dan mendesak penaikan anggaran pendidikan 25% dalam APBN.

Kongres ke-VIII dilaksanakan pada 26 – 30 Desember 1978 di Wisma Ciliwung, Jakarta. Dibandingkan dengan momentum Kongres sebelumnya, pelaksanaan Kongres di Jakarta ini merupakan yang terlama sebagai implikasi dari upaya penjinakan yang dilakukan oleh rezim Orba. Selain penyempurnaan PD/PRT dan perumusan program kerja, juga dibangun aliansi strategis antar pelajar.

Selanjutnya, pada Kongres ke-IX yang dilaksankan di Cirebon, Jawa Barat, tepat tangga; 20 – 25 Juni 1981, menghasilkan keputusan penting menyangkut pola program organisasi, penguatan pelatihan, pengesahan pedoman pengkaderan dan lain-lain.

Pada Fase Khittah, utamanya di masa awal berkuasanya rezim Orba, infiltrasi politik dan penundukan terhadap organisasi non-pemerintah, termasuk di dalamnya NU dan IPNU sebagai banomnya, telah berpengaruh besar terhadap orientasi perjuangan dan penataan organisasi. Di antaranya: pemberlakuan asas tunggal Pancasila sebagai satu-satunya asas bagi semua organisasi., dan terutama bagi organisasi pelajar seperti IPNU, menunggalkan Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) sebagai satu-satunya organisasi pelajar. Pada posisi inilah IPNU dipaksa bergeser dari khittahnya, sebagai organisasi pelajar.

b. Fase Transisi

Fase transisi dimaksudkan sebagai identifikasi historis dinamika IPNU yang mengalami pergeseran erientasi dan peralihan target group organisasi, dari “pelajar” ke ”putra”. Pergeseran orientasi dan peralihan bidang garap ini terjadi pada momentum Kongres ke-X. Penyelenggraan Kongres ke-X di Pondok Pesantren Mambaul Maarif, Jombang, Jawa Timur, tepat pada 29 – 31 Januari 1988 mencatat sejarah penting, yaitu mengubah akronim “pelajar” menjadi “putra” untuk menyesuaikan diri dengan UU. No. 8 tahun 1985 tentang Keormasan. Kebijakan ini dikenal dengan “depolitisasi pelajar”. Pada masa inilah pemerintah melarang keberadaan organisasi pelajar, kecuali OSIS.

Dari tekanan represif pemerintah itu, pada Kongres ke-X, kepanjangan IPNU berubah menjadi “Ikatan Putra Nahdlatul Ulama”. Ini semata-mata adalah ikhtiar agar IPNU tetap survive (bertahan) dalam menghadapi dampak represif rezim Orba yang otoriter. Dengan perubahan nama tersebut, maka perubahan dalam berbagai sektor pun tidak bisa dielakkan. Pembinaan IPNU tidak lagi terbatas hanya pada warga NU yang berstatus pelajar, melainkan mencakup semua putra NU, baik yang mengenyam pendidikan maupun tidak.

Kongres ke-XI di Lasem, Rembang, Jawa Tengah, pada 23-27 Desember 1992 dengan menghasilkan langkah strategis IPNU untuk memberdayakan pelajar dan remaja pada umumnya. Di tingkat internal, lahir sebuah keputusan organisasi bahwa pelaksanaan kegiatan IPNU tanpa keterkaitan dengan IPPNU begitu juga sebaliknya, dan pelaksanaan kegiatan harus diteruskan pada struktur hingga ke bawah. Selain itu, IPNU juga merespon realitas eksternal dengan merekomendasikan kepada pemerintah untuk membubarkan Sumbangan Dermawan Sosial Berhadiah (SDSB).

Selanjutnya, Kongres ke-XII di Garut, Jawa Baratm pada 10 – 14 Juli 1996. Periode Pimpinan Pusat yang awalnya 5 tahun menjadi 4 tahun. Begitu juga dengan usia maksimum diubah dari 32 menjadi 35.

Bacalah: 8 Macam Bentuk Organisasi Secara Umum

c. Fase Kembali ke Khittah 1954

Fasi ini merupakan peralihan kembali akronim dari “putra” menjadi “pelajar” dalam singkatan IPNU. Perubahan ini bukan sekedar perubahan kata semata, melainkan berimplikasi terhadap visi, misi, orientasi perjuangan, progran, dan target group ke depan. Keputusan ini hadir karena adanya kesadaran bersama untuk mengembalikan IPNU pada garis kelahirannya, yaitu kembali ke basis pelajar. Inilah khittah IPNU yang sesungguhnya.

Kesadaran akan pentingnya penguatan basis pelajar dan santri  sebagai bidang garap IPNU, mulai tumbuh semenjak deklarasi Makassar yang merupakan keputusan monumental hasil Kongres ke-XIII di Makassar pada 22 – 26 Maret tahun 2000. Kongres yang dihadiri oleh Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini menjadi sebuah spirit tersendiri untuk melakukan gebrakan dengan mendirikan komisariat IPNU di sekolah, pesantren, dan perguruan tinggi.

Tepatnya pada Kongres ke-XIV di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, Jawa Timur, pada 14 – 24 Juni 2003 dihasilkan sejarah maha penting, yaitu mengembalikan IPNU ke khittahnya dengan kembali memakai akronim “pelajar”. Sehingga nomenklatur “Ikatan Putra Nahdlatul Ulama” menjadi “Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama”.

Keputusan tersebut dianggap menjadi pilihan yang terbaik di tengah perubahan dan kompleksitas tantangan yang dihadapi Nahdlatul Ulama. Sebab, pelajar adalah segmen terpenting yang harus dibina dan diapresiasi, karena komponen inilah yang sejatinya menjadi aset masa depan. Pelajar NU sebagai kekuatan masa depan pada waktu-waktu lalu kurang mendapat perhatian yang optimal dari Nahdlatul Ulama. Oleh karena itu, saat ini IPNU dibutuhkan sebagai organisasi yang secara intensif menjadi wadah pemberdayaan pelajar NU.

Landasan historis di atas menjadi titik pijak yang sangat penting bagi IPNU untuk melakukan kerja-kerja struktural dan kulturalnya. Semakin banyak tantangan yang dihadapi, mestinya semakin matang bangunan paradigma organisasinya. Berdasarkan landskap historis di atas dan kebutuhan penguatan ideologi dan paradigma gerakan IPNU, maka dirasa mendesak adanya suatu ruusan Prinsip Perjuangan IPNU yang menjadi pijakan paradigmatik IPNU.

Mungkin itu saja mengenai Sejarah Singkat IPNU di Indonesia ya rekan-rekan. Semoga dapat memberikan manfaat kepada rekan-rekan sekalian.  Terimakasih.


Source: http://www.ipnu.or.id/wp-content/uploads/2019/05/Hasil-Kongres-XIX-1.pdf

https://www.google.com/url?sa=i&url=https%3A%2F%2Fid.wikipedia.org%2Fwiki%2FIkatan_Pelajar_Nahdlatul_Ulama&psig=AOvVaw3lG-wbsn_-Jaho0dCIYT8F&ust=1596795342810000&source=images&cd=vfe&ved=0CAIQjRxqFwoTCNCz0fKAhusCFQAAAAAdAAAAABAN


0 Response to "Sejarah Singkat IPNU di Indonesia"