Sejarah Singkat Berdirinya HMI di Indonesia

 

Sejarah Singkat Berdirinya HMI di Indonesia - Himpunan Mahasiswa Islam merupakan salah satu organisasi kemahasiswaan yang ikut andil dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Salah satu tokohnya dan merupakan mahasiswa yang memprakarsai berdirinya HMI, Lafrane Pane, adalah seorang aktivis yang memiliki kualitas SDM yang bisa dibilang baik pada waktu itu serta kesadaran dalam dirinya atas mirisnya keadaan nasional dan mahasiswa islam pada waktu itu. Bagaimana HMI dapat berdiri di Indonesia? Berikut adalah Sejarah Singkat Berdirinya HMI di Indonesia.

Sejarah Singkat Berdirinya HMI di Indonesia


Dalam sejarah HMI di Indonesia, ada beberapa aspek yang nanti akan mengantarkan kita dalam sejarah berdiri, berkembang, serta perjuangan HMI. Kita perlu memahaminya satu per satu agar dalam mempelajari suatu sejarah tidak terjadi salah pemahaman. Adapun aspek-aspek tersebut adalah: (1) Latar belakang berdirinya HMI, (2) Berdirinya HMI, dan (3) Sejarah Perjuangan HMI (terdiri dari fase-fase). Berikut penjelasannya:

Latar Belakang Berdirinya HMI

1. Situasi Internasional

Tentang kemunduran umat islam sudah banyak sekali tulisan ataupun argumen yang sudah menjelaskan, dan itu sangat variatif, mulai dari dibakarnya perpustakaan Bait al Hikmah, serangan tentara Mongol, sampai kemunduran berpikir umat islam pada waktu itu. Dan dari semua argumen, yang paling mendekati kebenaran obyektif dan yang sesungguhnya terjadi adalah kemunduran berpikir umat islam karena terlena dengan masa kejayaannya. Budaya berpikir umat islam tidak lagi maju, alias mandeg.

Akibat dari kemandegan dalam berpikir iru, ada beberapa kelompok yang ingin melawan keterbatasan umat islam dalam menjalani keislamannya secara menyeluruh (kaffah). Mereka menginginkan islam yang total, islam yang sesuai dengan al Quran dan Hadis. Arti dari silam keseluruhan menurut mereka adalah bahwa islam tidak hanya terbatas pada ritus keagamaan saja, melainkan juga segala kehidupan di dunia ini. Mereka menamakan gerakan yang mereka buat dengan Gerakan Pembaharuan.

Akhirnya Gerakan tersebut juga memantik kelompok yang akhirnya juga mendirikan sebuah wadah, seperti di Negara Turki dan Mesir (1720 & 1807 M). Beberapa pimpinannya adalah Rifaah Badawi Ath Tahtawi (1801 – 1873 M), Muhammad Ibnu Abdul Wahhab (pencetus Wahabi) di Saudi Arabia (1703 – 1787), Muhammad Abduh (1849 – 1905 M), dan lain-lain.


2. Situasi NKRI

Masuknya imperialisme Barat ke Indonesia yang dipimpin oleh Cornelis De Hotman pada tahun 1596. Pada tahun itulah Indonesia mulai dijajah sampai 350 tahun lamanya, atau tiga setengah abad. Imperialisme Barat pada waktu itu membawa tiga (3) hal, yaitu:
  • Penjajahan
  • Misionaris. Yaitu upaya kristianisasi pribumi Nusantara.
  • Peradaban Barat atau yang biasa kita sebut dengan Westernisasi yang bercirikan sekulerisme dan liberalisme. 

3. Kondisi Mikrobiologis Umat Islam

Sebelum HMI berdiri, di Indone terbagi empat (4) golongan umat islam yang menjadi latar belakang berdirinya HMI di Indonesia. Adapun empat (4) golongan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Golongan Pertama

Golongan pertama ini ialah mereka (umat islam) yang melaksanakan ajaran islam sekadarnya saja atau bisa disebut kultur islam yang wajib, seperti pernikahan, kematian, dan kelahiran saja.

b. Golongan Kedua

Golongan kedua ini ialah para Alim Ulama serta pengikut-pengikutnya yang melaksanakan ajaran islam yang sesuai dengan yang diajarkan Nabi Muhammad Saw.

c. Golongan Ketiga

Golongan ketiga ini ialah para Alim Ulama serta pengikut-pengikutnya yang terjerembab pada mistisisme, yaitu mereka menitiberatkan ajaran islam dalam kehidupan di dunia hanya berfokus pada akhirat saja.

d. Golongan Keempat

Golongan yang terakhir ini ialah golongan kecil umat islam yang dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman, hal ini sesuai dengan prinsip agama islam. Mereka memiliki keinginan dan berupaya agar ajaran islam dapat diimplementasikan di Indonesia sesuai dengan sosio-kultur Indonesia.

4. Kondisi Perguruan Tinggi Serta Dunia Kemahasiswaan

Sebelum HMI berdiri, ada dua (2) faktor yang memberi corak dalam perguruan tinggi serta kemahasiswaan. Adapun dua (2) faktor tersebut adalah sebagai berikut:

a. Sistem Pendidikan

Adapun sistem pendidikan pada waktu itu, khususnya di perguruan tinggi dan umumnya pendidikan, memakai sistem barat, yang mana sistem tersebut mengarah kepada tumbuhnya sekularisme (mengenyampingkan agama di segala aspek kehidupan) dalam diri peserta didiknya.

b. Organisasi Kemahasiswaan

Ada dua (2) organisasi kemahasiswaan yang berjalan di bawah PKI (Partai Komunis Indonesia), yaitu Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY) dan Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI). Bergabung dua (2) faham (sekulerisme dan komunisme) ini memicu terjadinya “Krisis Keseimbangan” karena  melanda perguruan tinggi dan kemahasiswaan. Krisis kesimbangan yang terjadi pada akhirnya akan membuat rancu, karena antara akal dan hati, jasmani dan rohani, dan kebutuhan antara duniawi dan ukhrowi tidak selaras.


Berdirinya HMI

1. Latar Belakang Munculnya Pemikiran

HMI berdiri merupakan prakarsa dari seorang mahasiswa tingkat I Sekolah Tinggi Islam (Sekarang Universitas Islam Indonesia) yang bernama Lafran Pane. Secara garis besar, Lafran Pane merupakan anak keenam dari Sultan Pangaribaan Pane. Dia lahir di Sidempuan pada tanggal 5 Februari 1922. Masa mudanya dia pernah mengenyam pendidikan di Pesantren, Ibtidaiyah, Wusta, dan sekolah Muhammadiyah. 

Latar belakang berdirinya HMI dari pemikirannya adalah: “Memandang serta menyadari keadaan hidup mahasiswa muslim yang tidak sepenuhnya paham dan mengamalkan ajaran islam”. Keadaan tersebut timbul karena sistem pendidikan dan situasi masyarakat pada masa itu, sehingga membuat sebuah wadah (organisasi) menjadi sebuah keperluan.

Organisasi yang akan didirikan tersebut harus memiliki SDM yang mampu mengikuti alam pemikiran dan pikiran mahasiswa tentang keinginan untuk menuju sebuah pembaharuan atau inovasi dalam segala bidang kehidupan, lebih-lebih dalam aspek keagamaan. Dan tujuan tersebut tidak akan pernah terealisasi jika Indonesia tidak bebas, tidak merdeka, rakyatnya tidak makmur. Oleh karena itu, organisasi ini harus mempertahankan NKRi dan berusaha memakmurkan rakyat Indonesia.

2. Peristiwa 5 Februari 1947

Beberapa kali agenda rapat yang diadakan oleh Lafran Pane terjadi kegagalan, sehingga akhirnya dia membuat rapat dadakan yang diadakan ketika jam kuliah Tafsir. Rapat tersebut pada hari Rabu 14 rabiul Awal 1366 H, tepatnya pada 5 Februari 1947 di salah satu ruang kelas di STI, jalan Setiodiningratan (sekarang Panembahan Senopati). 

Akhirnya mahasiswa-mahasiswa lainnya pun masuk ruangan tersebut. Dalam prakatanya, Lafran Pane yang memimpin berkata: “Hari ini adalah pembentukan organisasi Mahasiswa Islam, karena segala sesuatu yang diperlukan sudah beres. Yang mau menerima adalah yang akan diajak mendirikan HMI, dan yang menentang biar terus menentang, toh tanpa mereka, organisasi ini bisa berdiri dan berjalan”.

Ada 15 tokoh yang ikut andil dalam pendirian HMI, antara lain:
a. Lafran Pane (Yogyakarta)
b. Karnoto Zarkasyi (Ambarawa)
c. Dahlan Husein (Palembang)
d. Siti Zaenab (Palembang)
e. Maisaroh Hilal (Singapuro)
f. Soewali (Jember)
g. Yusdi Ghozali (Semarang)
h. M. Anwar (Malang)
i. Hasan basri (Surakarta)
j. Marwan (Bengkulu)
k. Tayeb Razak (Jakarta)
l. Toha Mashudi (Malang)
m. Bidron Hadi (Kauman-Yogyakarta)
n. Zulkarnaen (Bengkulu)
o. Mansyur 


Perjuangan HMI

Dalam perjuangannya, HMI sebagai organisasi kemahasiswaan yang tidak luput dari gejolak mengalami sembilan (9) fase dalam perkembangannya. Berikut ini adalah fase-fase yang dijalani HMI dalam sejarah perjuangan HMI.

1. Fase Konsolidasi ( November 1946 – 5 Februari 1947)

Seperti diterangkan di atas, ketika Lafran Pane mendadak mengadakan rapat di salah satu ruang kelas, di situ dan pada waktu itu juga HMI resmi didirikan, tepatnya pada 5 Februari 1947.

2. Fase Pengokohan (5 Februari 1947 – 30 November 1947)

Berjalannya HMI yang masih belia mengadakan aktivitas-aktivitas serta sosialisasi kepada mahasiwa dan masyarakat. Dalam Kongres Mahasiswa seluruh Indonesia yang diadakan di Malang pada 8 Maret 1947, HMI mendelegasikan Lafran Pane dan Asmin Nasution. Kongres ini merupakan kesempatan besar bagi HMI agar dikenal oleh mahasiswa seluruh Indonesia.

Selang beberapa bulan setelah Kongres, HMI berdiri di beberapa cabang, yaitu di Solo dan Malang. Di umur HMI yang masih sangat belia, yaitu sembilan (9) bulan, HMI mengadakan Kongres I di Yokyakarta yang bertepatan pada 30 November 1947. Dalam Kongres I HMI tersebut, MS. Mintaredja terpilih menjadi Ketua PB HMI.

3. Fase Perjuangan Fisik (30 November – 27 Desember 1949)

HMI lahir pada situasi yang terbilang tidak baik, yaitu pada saat Indonesia yang walaupun sudah memproklamirkan kemerdekaannya, masih saja terus dijajah. HMI ikut serta dalam mengusir para penjajah, sampai pada 27 Desember 1949 Indonesia mencapai kedaulatan sesungguhnya.

Ketika terjadi pengkhianatan oleh PKI di Madiun (18 Spetember 1948), HMI ikut andil dalam penumpasan pemberontakan itu. Sejak Affair Madiun tersebut PKI memiliki dendam terhadap HMI.

4. Fase Pembinaan dan Konsolidasi Organisasi (1950 – 1963)

Merupakan keputusan yang bijak ketika pusat kantor PB HMI dipindah dari Yogyakarta ke Jakarta pada tahun 1951 bulan Juli, dan Lukman E. Hakim ditunjuk menjadi ketua PB HMI menggantikan Mintaredja, dan Sekjen digantikan oleh Mutiar.

Namun dalam memimpin HMI, Lukman E. Hakim tidak dapat memimpin secara sempurna, dan akhirnya menyerahkan kepemimpinan kepadaA. Dahlan Ranuwihardja, sehingga dengan terpaksa HMI mengadakan Kongres Luar Biasa (darurat). Kongres darurat tersebut akhirnya disahkan sebagai Kongres II HMI di Yogyakarta pada 15 Desember 1951.

A. Dahlan Ranuwihardja terpilih menjadi ketua umum PB HMI periode 1951 – 1953 ditemani M. Rajab Lubis sebagai sekretaris umumnya. Pada periode ini HMI fokus kepada pembinaan anggota, yaitu dengan membentuk basis-basis yang terdiri dari komisariat, cabang, badan koordinator (badko), dan lembaga-lembaga otonom.

5. Fase Tantangan dan Pengkhianatan (1964 – 1965)

Karena menurut PKI, HMI merupakan musuh, sehingga CGMI (organisasi mahasiswa di bawah naungan PKI) diberi mandat oleh mereka untuk membubarkan HMI. Puncak dari aksi tuntutan pembubaran HMI terjadi pada bulan September 1965.  Jika DN. Aidit (Ketua CC PKI) pada 13 September 1965 diberi gelar Bintang Mahaputra, pada saat yang sama Generasi Muda Islam Jakarta Raya menunjukkan solidaritasnya untuk bersama membela HMI. Setelah empat hari, HMI dinyatakan jalan terus, artinya tidak dibubarkan, hal itu terjadi atas keputusan komando tertinggi Retoling Aparatur Revolusi atau Kotrar  (Bung Karno).

Pada tanggal 30 September 1965, akhirnya PKI mengambil jalan pintas dengan melakukan tindak kekerasan. Makar yang dilakukan oleh PKI mereka sebut dengan Gerakan 30 September atau G30S. Namun ABRI dan rakyat Indonesia yang anti terhadap PKI akhirnya dapat menggulung G30S/PKI dengan waktu yang relatif singkat.

6. Fase Penggerak Angkatan 1966 (Pelopor Orde Baru; 1966 – 1968)

Wakil Ketua PB HMI, Mar’ie Muhammad menyalurkan sebuah inisiatif untuk mendirikan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim sekaligus yang memprakarsai berdirinya pada 25 Oktober 1965. Prof. Dr. Syarif, Menteri PTIP mengesahkan organisasi tersebut dengan syarat: (1) Mengamankan Pancasila, (2) memperkuat bantuan ABRI dalam penumpasan Gestapu/PKI sampai ke akar-akarnya. Massa aksi KAMI yang pertama diadakan berupa rapat umum yang dilaksanakan pada November 1965, tepat di halaman Fakultas Kedokteran UI Salemba, jakarta.

Tepat tanggal 10 Januari 1966 KAMI membentuk sebuah tuntutan yang terbungkus dalam Tritura yang berisi: (1) Bubarkan PKI, (2) Retoling kabinet, dan (3) turunkan harga. Setelah KAMI berdiri, terbentuklah Kesatuan Aksi Pemuda pelajar Indonesia (KAPPI) pada 9 Februari 1966, yang dipimpin oleh M. Thamrin dari PII. Tuntutan kedua KAMI, yaitu retoling kabinet, oleh rezim orde lama dijawab dengan pembentukan kabinet Dwikora.  Hal tersebut memicu kemarahan rakyat, sehingga mengundang aksi dan demonstrasi. Demonstrasi berlangsung selama sebelas hari, mulai 1 Maret hingga 11 Maret 1966. Dari terjadinya aksi mahasiswa dan rakyat itulah akhirnya Ir. Soekarno menciptakan Surat Sebelas Maret (Supersemar). 

Keesokan harinya, tepat tanggal 12 Maret 1966 PKI dinyatakan dibubarkan dan dilarang beserta segala sayapnya. Setelah Ir. Soekarno turun dan digantikan oleh Jendral Soeharto dalam memimpin Indonesia, HMI turut mendukung pemerintahan yang baru.

7. Fase Partisipasi HMI dalam Pembangunan dan Modernisasi (1969 – 1970)

Ada tiga (3) bentuk partisipasi HMI dalam pembangunan Indonesia, yaitu: (1) pembentukan suasana, situasi, dan iklim yang memungkinkan dilaksanakannya pembangunan, (2) pemberian konsep-konsep dalam berbagai aspek pemikiran, dan (3) bentuk pelaksanaan langsung dari pembangunan. 
Menurut M. Dawam, HMI pada masa orde baru masuk ke birokrasi dan secara tegas mendukung proses modernisasi. Namun menurutnya, HMI masuk ke dalam birokrasi tidak melalui diskusi-diskusi yang bersifat keilmuan (intelektualitas), melainkan secara langsung andil dalam pembangunan. Bisa dikatakan kader-kader HMI pada waktu itu merupakan kader-kader yang militan.


8. Fase Pergolakan Pemikiran 

Sejak tahun 1968, gejala-gejala gejolak pemikiran sudah nampak sebelum akhirnya pada tahun 1970 benar-benar muncul.  Para aktivis sejak 1970-an memikirkan bagaimana mereka mendapatkan substansi bukannya bentuk. Adapun tema yang menjadi titik perhatian mereka pada waktu itu adalah: (1) Peninjauan kembali landasan teologis atau filosofis politik islam, (2) pendefinisian kembali cita-cita politik islam, (3) peninjauan kembali tentang cara  dan cita-cita politik dapat dicapai secara efektif. 

Seorang aktivis pasti memiliki sisi idealisme dan aktivisme. Dalam prosesnya, idelisme dan aktivisme mereka dapat dibagi dalam tiga (3) aspek: (1) pembaharuan teologis, (2) reformasi politik atau birokrasi, dan (3) transformasi sosial.

9. Fase Reformasi (1998 – Sekarang)

Pada fase ini, rezim orde baru menerapkan beberapa kebijakan yang selaras dengan kepentingan sosial-ekonomi dan politik umat islam. Selama beberapa tahun tidak lagi terjadi aksi, sampai pada tahun 1998 muncul gerakan reformasi. Krisis moneter yang terjadi merupakan salah satu yang memicu mahasiswa kembali turun ke jalan. Pada waktu itu nilai rupiah sangat melemah, semelemahnya rezim orde baru, sampai akhirnya nilai rupiah meningkatkan, Rp. 2.000 per dolar meningkat menjadi Rp. 17.000 per dolar. Hal tersebut membuat rezim orde baru kaget dan keadaan tidak dapat dikendalikan. Akhirnya reformasi berhasil dan Jenderal Soeharto turun dari jabatannya sebagai presiden.

Itulah fase-fase yang dialami oleh HMI dari awal berdirinya sampai sekarang. Mungkin itu saja untuk pembahasan tentang Sejarah Singkat Berdirinya HMI di Indonesia. Semoga dapat memberi manfaat kepada rekan-rekan sekalian. Dan jika bagi rekna-rekan bermanfaat, bisa dibagikan ke banyak orang. Terimakasih.

0 Response to "Sejarah Singkat Berdirinya HMI di Indonesia"